LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM FARMASI
FISIKA II
“Emulsifikasi”
DISUSUN OLEH :
Ade Afriyani (2012210002)
Adyka Putra Iskandar (2012210008)
Agus Susanto (2012210012)
Ajeng Prima (2012210016)
Alvera Kolesi (2012210019)
kelas/kelompok : E 1.2
Adyka Putra Iskandar (2012210008)
Agus Susanto (2012210012)
Ajeng Prima (2012210016)
Alvera Kolesi (2012210019)
kelas/kelompok : E 1.2
Fakultas
Farmasi
Universitas Pancasila
Universitas Pancasila
2013
I.
JUDUL
PERCOBAAN :
Emulsifikasi
II.
TUJUAN
PERCOBAAN :
1.
Menghitung
jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan emulsi.
2.
Membuat
emulsi dengan menggunakan golongan surfaktan.
3.
Mengevaluasi
ketidakstabilan suatu emulsi .
4.
Menentukan
HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi.
III.
TEORI
PERCOBAAN :
Emulsi adalah
suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang mengandung paling
sedikit dua fase cair yang tidak bercampur , dimana satu diantaranya
didispersikan sebagai bola-bola dalam fase cair lain . Sistem dibuat stabil
dengan dengan adanya suatu zat pengemulsi . Berbagai tipe zat pengemulsi akan
dibicarakan kemudian dalam bagian ini . Baik fase terdispers atau fase kontinu
bisa berkisar dalam konsistensi dari suatu cairan mobil sampai suatu massa
setengah padat (semi solid) . Jadi sistem emulsi berkisar dari cairan (lotio)
yang mempunyai viskositas relatif rendah sampai salep atau krim , yang
merupaka semisolid . Diameter partikel
dari fase terdispers umumnya berkisar dari 0,1 – µm , walaupun partikel
terkecil 0,01 µm dan sebesar 100µm bukan tidak biasa dalam beberapa sediaan.
Tipe Emulsi :
Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (sebagai contoh
: air ), sedangkan lainnya relatif nonpolar ( sebagai contoh : minyak ) . Bila
fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu air ,
sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (o/w). Bila fase
minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal sebagai produk air dalam minyak (w/o). Emulsi
obat untuk pemberian oral biasanya dari tipe
o/w dan membutuhkan penggunaan suatu zat pengemulsi o/w . Zat pengemulsi
tipe ini termasuk zat sintetik yang aktif pada permukaan dan bersifat nonionik
, akasia , (gom), tragacanth., dan gelatin. Tetapi tidak semua emulsi yang
dipergunakan termasuk tipe o/w . Makanan tertentu seperti mentega dan beberapa
saus salad merupakan emulsi tipe w/o.
Untuk mengetahui proses
terbentuknya emulsi di kenal 4 macam teori yang melihat proses terjadinya
emulsi dari sudut pandan yang berbeda. Teori tersebut adalah
1.
Teori tegangan
permukaan (Surface Tension)
Molekul memiliki daya
tarik-menarik antara molekul yang sejenis yang di sebut daya kohesi. Selain itu
molekul juga memiliki daya tarik-menarik antara molekul-molekul yang tidak
sejenis, yang disebut daya adesi. Daya kohesi suatu zat selalu sama, sehingga
pada permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak
adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut
dinamakan Tegangan permukaan. Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya
terjadinya perbedaan tegangan budan batab 2 cairan yang tidak dapat bercampur(
immiscisble liquid). Tegangan yang terjadi antar dua cairan tersebut dinamakan
tegangan bidang batas (interfacial tension). Semakin tinggi perbedaan tegangan
yang terjadi pada bidang mengakibatkan semakin sulitnya kedua zat tersebut
untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan penambahan
garam-garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan
penambahan senyawa organik tertentu antara lain sabun. Dalam teori ini dikatan
bahwa peambahan emulgator akan menurunkan, menghilangkan tegangan yang terjadi
pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah bercampur.
2.Teori orietasi bentuk biji (orientasi wedge).
Setiap molekul
emulgator dibagi menjadi2 kelompok yakni :
·
Kelompok
hidrofilik, yaitu bagian dari emulgator yang suka pada air.
·
Kelompok
lipofilik, yaitu bagian yang suka pada minyak.
Masing-masing kelompok akan
bergabung dengan zat cair yang disenanginya. Kelompok hidrofil ke dalam air dan
kelompok lipofil kedalam minyak. Dengan demikian emulgator seolah-oleh menjadi
tali pengikat antara air dan minyak dan antara kedua kelompok tersebut akan
membuat suatu keseimbangan.
Setiap jenis emulgator memiliki
harga keseimbangan yang bersarnya tidak sama. Harga keseimbangan itu dikenal
dengan istilah HLB (hydrophyl lipophyl balance) yaitu angka yang menunjukan
perbandingan antara kelompok lipofil dan kelompok hidrofil. Semakin besar harga
HLB berarti semakin banyak kelompok yang suka pada air, itu artinya emulgator
tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian sebaliknya.
3.
Teori
interfacial film
Teori ini mengatakan bahwa
emulgator akan di serap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk
lapisan fil yang akan membungkus partikel fase dispersi. Dengan terbungkusnya
partikel tersebut maka usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung
menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dipersi menjadi stabil. Untuk
memberikan stabilitas maksimum pada emulsi ,syarat emulgator yang di pakai
adalah :
a.
Dapat membuat
lapisan film yang kuat tapi lunak. Jumlahnya cukup untuk menutup semua
permukaan partikel fase dispersi
b.
Jumlahnya cukup
untuk menutup semua permukaan partikel fase dispersi
c.
Dapat membentuk
lapisan film denhan cepat dan dapat menutup semua permukaan partikel denhan
segera.
4.
Teori electrik
double layer (lapisan listrik rangkap)
5.
Jika minyak
terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan dengan
permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan
mempunya muatan yang berlawanan dengan lapisan di depannya. Dengan demikian
seolah-olah tiap partikel minyak dilindungu oleh 2 batan glapisan listrik yang
saling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari partikel
minyak yang akan mengadakan penggabungan menjadi satu molekul yang besar,
karena susunan listrik yang menyekubungi setiap partikel minyak mempunya
susunan yang sama. Dengan demikian antara sesama partikelakan tolak-menolak dan
stabilitas emulsi akan bertambah. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh
sala satu dari ketiga cara dibawah ini
a.
Terjadinya
ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.
b.
Terjadinnya
absorbsi ion oleh partikel dari cairan di sekitarnya
c.
Terjadinya
gesekan partikel dengan cairan di sekitarnya
Jenis emulgator
a.
Produk alam,
karakternya pada permukaan adalah film multimolekuler.
b.
Zat padat
terbagi halus, karakternya pada permukaan adalah solipart.
c.
Surfaktan
(anionik, kationik, ionik), semuanya ataupun pada imimnya surfaktan mempunyai
harga HLB yang di tetapkan antara 3-6 meghasilkan emulsi A/M, HKB antara 8-18
menghasilkan emulsi M/A.
Cara menentukan
tipe emulsi :
a.
Metode zat
warna
Kedalam emulsi ditambahkan zat
warna tertentu, yang larut dalam air atau minyak.
·
Sudan III : zat warna merah yang larut dalam minyak
tetapi tidak larut dalam air.
·
Methylen blue :
zat biru yang larut dalam air tetapi tidak larut dalam minyak
b.
Metode electrical
conductivity
Metode ini berdasarkan bahwa air
dapat menghantarkan arus listrik sedangkan minyak tidak dapat menghantarkan
arus listrik.
c.
Metode
pengenceran fase
Setetes emulsi dilihat pada
mikroskop dan ditetesi air, bila segera terencerkan makan tipe emulsi adalah
M/A dan jika tidak terencerkan maka tipe emulsi adalah A/M.
Ketidakstabilan emulsi :
a.
Floktulasi dan
creaming
Pemisahan emulsi menjadi beberapa
lapisan cairan, masing masing lapisan menjadi fase dispersi yang berbeda.
b.
Cracking atau
breaking
Merupakan
pecahnya emulsi, dan bersifat irreversible.
c.
Infersi fase
Berubahnya tipe emulsi minyak
dalam air menjadi air dalam minyak atau sebaliknya.
A.
HLB
Tipe suatu emulsi yang dihasilkan
bergantung pada sifat emulgator ( zat pengemulsi) yang digunakan dalam suatu
formula . karakteristik ini dikenal sebagai Hidrophile – Lipophile Balance
(HLB). Umumnya masing-masing zat pengemulsi mempunyai suatu bagian hidrofilik
dengan salah satu diantaranya lebih atau kurang dominan dalam mempengaruhi
dengan cara yang telah diuraikan untuk membentuk tipe emulsi . suatu metode
telah dipikirkan dimana zat pengemulsi dan zat aktif permukaan dapat
digolongkan susunan kimianya sebagai keseimbangan HLB nya . Dengan metode ini setiap zat mempunyai
harga HLB atau angka yang menunjukan polaritas dari zat tersebut. Walaupun
angka tersebut telah ditentukan sampai
kira-kira 40, kisar lazimnya antara 1 dan 20 . Bahan-bahan yang sangat polar
atau hidrofilik angkanya lebih besar daripada bahan-bahan yang kurang polar dan
nlebih lipofilik . umumnya zat aktif permukaan itu mempunyai harga HLB yang
ditetapkan antara 3 sampai 6 dan menghasilkan emulsi air-dalam-minhyak.
Sedangkan zat-zat yang mempunyai harga HLB
antara 8 sampai 18 menghasilkan emulsi minyak – dalam – air . tipe
aktivitas yang diharapkan dari surfaktan dengan harga HLB yang telah ditetapkan
terdapat dalam tabel berikut :
AKTIVITAS
|
HLB
|
ANTIBUSA
|
1 SAMPAI 3
|
PENGEMULSI
(W/O)
|
3 SAMPAI 6
|
ZAT PEMBASAH
|
7 SAMPAI 9
|
PENGEMULSI
(O/W)
|
8 SAMPAI 18
|
PELARUT
|
15 SAMPAI 20
|
DETERGEN
|
13 SAMPAI 15
|
B.
Stabilitas
Emulsi
Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara
fisik jika : (a) fase dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung
untuk membentuk agregat dari bulatan-bulatan , (b) jika bulatan-bulatan atau
agregat dari bulatan naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi tersebut akan
membentuk suatu lapisan pekat dari fase dalam, dan (c) jika semua atau sebagian
dari cairan fase dalam tidak teremulsikan dan membentuk suatu lapisan yang
berbeda pada permukaan atau pada dasar emulsi , yang merupakan hasil dari
bergabungnya bulatan-bulatan fase dalam disamping itu suatu emulsi mungkin
sangat dipengaruhi oleh kontaminasi dan pertumbuhan mikroba serta perubahan
fisika dan kimia lainnya.
Agregasi
atau penggabungan. Agregat dari bulatan fase dalam
mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk naik ke permukaan emulsi atau
jatuh ke dasar emulsi daripada partikel-partikelnya sendiri. Terjadinya
bulatan-bulatan seperti itu disebut “creaming” dari emulsi tersebut dan apabila
tidak terjadi penggabungan maka akan merupakan proses yang bolak-balik .
Kerusakan yang lebih besar daripada creaming pada suatu emulsi adalah
penggabungan bulatan-bulatan fase dalam dan pemisahan fase tersebut menjadi
suatu lapisan . Pemisahan fase dalam dari emulsi tersebut disebut “pemecahan”
(breaking) emulsi dan emulsinya disebut “pecah” atau “retak” (cracked) . Hal
ini bersifat reversibel karena lapisan lapisan pelindung di sekitar
bulatan-bulatan fase terdispersi tidak ada lagi . Usaha untuk menstabilkan
kembali emulsi tersebut dengan pengocokan , dari dua lapisan yang memisah
umumnya gagal. Biasanya diperlukan zat pengemulsi tambahan dan pemrosesan
kembali dengan mesin yang sesuai untuk dapat memproduksi emulsi kembali .
Umumnya harus berhati-hati guna melindungi emulsi terhadap efek dingin dan
panas . Apabila terjadi pembekuan kemudian mencair , emulsi akan menjadi kasar
dan kadang-kadang pecah . Panas yang berlebihan akan memberikan pengaruh yang
sama.
IV.
ALAT DAN BAHAN :
ALAT
:
·
Lumpang dan Alu
·
Cawan penguap
·
Pipet Tetes
·
Timbangan
·
Beaker Glass
·
Tabung Sedimen
·
Penangas Air
·
Gelas ukur
BAHAN :
·
Parafin Liquid
·
Tween 80
·
Span 80
·
Air
·
Sudan III
·
Methylene Blue
V.
CARA KERJA :
1.
Tentukan HLB
butuh minyak yang sesuai dengan yang diperlukan dalam pembuatan emulsi (HLB 5,6,10,dan12)
dengan formula :
·
Parafin liq : 30%
·
Tween 80 5%
·
Span 80
·
Air : Ad 50ml
2.
Buat;ah satu
seri emulsi dengan HLB butuh masing-masing 5,6,10,dan 12.
3.
Hitung jumlah
tween 80 dan span 80 yang dibutuhkan untuk masing-masing harga HLB butuh.
4.
Timbang
masing-masing bahan yang diperlukan untuk setiap formula.
5.
Panaskan
Lumpang dan alu dengan cara menambahkan sejumlah air panas kedalamnya.
6.
Campurkan
Parafin liq dan span (Fase minyak) kemudian panaskan diatas penaNgas air.
7.
Panaskan sejumlah
air kemudian campurkan dengan tween 80 yang sebelumnya sudah dimasukan kedalam
lumpang (fase air)
8.
Tambahkan fase
minyak sedikit demi sedikit kedalam fase air sambil terus diaduk
9.
Emulsi yang
sudah homogen dimasukkan kedalam tabung sedimentasi, dan diberi tanda
masing-masing HLB.
10.
Amati parameter
kestabilan emulsi dengan cara menghitung volume sedimentasi (F) dengan
menggunakan persamaan :
F = Vu/Vo
Vu = volume
sedimentasi
Vo = volume
awal
VI.
TABULASI DATA :
VII.
PERHITUNGAN :
Formula :
Parafin liq = 30%
Tween 80
Span 80 5%
Air add 50 ml
·
HLB butuh 5
Tween
80 15 0.7 ( 0.7 : 10.7 ) x 100 %
= 6.5420 %
5
Span 80 4.3 10 ( 10 : 10.7 ) x 100
% = 93.458 %
Emulgator = ( 5 :
100 ) x 50 = 2,5 g
ween 80 =
6.5420% x 2,5 = 0.1635 g
Span 80 =
93.458 % x 2,5 = 2,3364 g
Parafin =
30% x 50 = 15 g
Air sisa =
50 – ( 0,1653 + 2,3364 + 15 ) = 32,5 ml
·
HLB butuh 6
Tween 80 15 1.7 ( 1.7 : 10.7 ) x 100
% = 15.887 %
6
Span 80 4.3 9 ( 9 : 10.7 ) x 100
% = 84.112 %
Emulgator = ( 5 : 100 ) x 50 = 2.5 g
Tween 80 = 15.887 %
x 2.5 = 0.3972 g
Span 80 = 84.112
% x 2.5 = 2.1028 g
Parafin = 30 %
x 50 = 15 g
Air sisa = 50 – (0.3972 + 2.1028 + 15) = 32.5 ml
·
HLB butuh 10
Tween 80 15 5.7 ( 5.7 : 10.7 ) x 100 %
= 53.271 %
10
Span
80 4.3 5 ( 5 : 10.7 ) x 100
% = 46.728 %
Emulgator = ( 5 : 100 ) x 50 = 2.5 g
Tween 80 = 53.271 %
x 2.5 = 1.3318 g
Span 80 = 46.728
% x 5 = 1.1682g
Parafin = 30 %
x50 = 15 g
Air sisa = 50 - (1.3318 + 1.1682 + 15) = 32.5 ml
·
HLB butuh 12
Tween 80 15 7.7 ( 7.7 : 10.7 ) x 100 %
= 71.962 %
12
Span 80 4.3 3 ( 3 : 10.7 ) x 100
% = 28.037 %
Emulgator = ( 5 : 100 ) x 50 = 2.5 g
Tween 80 = 71.962 % x 2.5 = 1,8
g
Span 80 = 28.037 % x 5 = 0,7 g
Parafin = 30 % x 50 = 15 g
Air sisa = 50 – (1.8 + 0.7 + 15 ) = 32.5 ml
PARAMETER
KESTABILAN EMULSI
F = Vu / Vo
• Satu jam pertama
HLB 5
F= 38,5 / 38,5 = 1
HLB 6
F= 38,5 / 38,5 = 1
HLB 10
F= 41,5 / 41,5 = 1
HLB 12
F= 42,5 / 42,5 = 1
• Hari Pertama
HLB 5
F=
26,5 / 38,5 = 0,69
HLB
6
F= 30,5 / 38,5 = 0,79
HLB 10
F= 31,5 / 41,5 = 0,76
HLB 12
F= 23,5 / 42,5 = 0,55
• Hari Kedua
HLB 5
F= 26,5 / 38,5 = 0,69
HLB
6
F= 30,5 / 38,5 = 0,79
HLB 10
F= 31 / 41,5 = 0,75
HLB 12
F= 22 / 42,5 = 0,52
• Hari Ketiga , keempat, kelima
HLB 5
F= 26,5 / 38,5 = 0,69
HLB 6
F= 30,5 / 38,5 = 0,79
HLB 10
F= 31 / 41,5 = 0,75
HLB 12
F= 21 / 42,5 = 0,49
• Hari Keenam
HLB 5
F= 24,5 / 38,5 = 0,64
HLB 6
F= 30,5 / 38,5 = 0,79
HLB 10
F= 31 / 41,5 = 0,75
HLB 12
F= 21 / 42,5 = 0,49
· Hari Ketujuh
HLB 5
F= 22,5 / 38,5 = 0,64
HLB 6
F= 30,5 / 38,5 = 0,79
HLB 10
F= 31 / 41,5 = 0,75
HLB 12
F= 20,5 / 42,5 = 0,48
VIII.
PEMBAHASAN
·
Untuk membuat suatu emulsi dibutuhkan adanya
emulgator, dalam percobaan ini emulgator yang digunakan adalah Tween 80 dengan
HLB butuh 15,0 (bersifat hidrofil) dan Span 80 (bersifat lipofil).
·
Proses penggerusan yang kuat dan konstan dalam
pembuatan emulsi ini sangat penting, untuk memperkecil partikel-partikel dari
fase minyak dan air. Sehingga memudahkan partikel-partikel tersebut terdispersi
dalam fase kontinunya.
· Emulsi
yang stabil dapat terjadi apabila ada kesetaraan antara HLB surfaktan dan HLB
butuh minyak. HLB
butuh minyak adalah HLB karakteristik yang menurut grifin setara dengan HLB
surfaktan yang dapat membentuk emulsi tipe tertentu yang stabil.
· Diperlukan suhu ± 700 untuk membuat emulsi , hal ini
dimaksudkan untuk menurunkan viskositas dari partikel-partikel minyak dan
menurunkan tegangan antar muka sehingga dapat membentuk corpus dengan fase air.
· Fase
air dipanaskan di waterbath karena pada suhu yang tinggi dapat menurunkan
viskositas dan tegangan permukaan emulsi sehingga masing-masing fase mudah
untuk dibuat dalam tetesan-tetesan halus dan emulsi pun dapat dengan mudah
terbentuk.
·
Menurut hasil percobaan
semua emulsi yang dibuat menunjukkan tipe (O/W). Pada
saat pengujian dengan Sudan III, emulsi yang telah tersedia ditetesi dengan
Sudan III lalu diamati dengan mikroskop, fase lipofilnya akan berwarna merah.
Pada saat pengujian dengan menggunakan metilen blue, fase hidrofilnya akan
berwarna biru, sedangkan lipofilnya tidak berwarna.
·
Dari hasil
pengamatan selama 7 hari, semua emulsi bersifat kurang stabil. Pada HLB 5, 10,
dan 12 terjadi pengkriman. Peristiwa tersebut terjadi jika densitas fase
terdispersi lebih kecil dari fase kontinu, yang umumnya terjadi pada emulsi O/W.
kecepatan sedimentasinya negative sehingga terjadi pengkriman ke atas. Pada HLB
6 terjadi pemecahan , itu mungkin terjadi karena faktor lumpang dan alu yang
kurang panas saat penggerusan atau juga karena proses penggerusan yang kurang
kuat dan penambahan fase minyak yang terlalu lama. Pengkriman berbeda dengan
pemecahan karena pengkriman merupakan proses reversible (apabila dikocok akan
membentuk emulsi kembali ) sedangkan pemecahan bersifat ireversibel. Emulsi
dengan HLB butuh 5, 10, dan 12 bersifat reversibel sedangkan emulsi dengan HLB
butuh 6 bersifat ireversibel.
·
Berdasarkan
literature (Martin 5th , edisi Indonesia hal 563) RHLB Parafin untuk emulsi O/W adalah 10, dan RHLB
Parafin untuk Emulsi W/O adalah 4. Karena semua emulsi yang dibuat merupakan
tipe O/W maka seharusnya Emulsi yang stabil kita dapatkan dari HLB butuh 10.
Namun pada percobaan nilai F yang paling mendekati 1 ada pada emulsi dengan HLB
6. Hal itu mungkin terjadi dikarenakan kesalahan dari praktikan dalam membuat
emulsi dan juga dapat dikarenakan kesalahan dari alat-alat yang digunakan.
IX.
KESIMPULAN
·
Dari semua emulsi yang dibuat
, emulsi yang paling stabil adalah emulsi dengan HLB butuh 6, karena nilai F
nya paling mendekati 1
·
Semua emulsi yang dibuat
memiliki tipe O/W atau minyak dalam air.
X.
DAFTAR PUSTAKA
·
Ansel, Howard. 1989. Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi , edisi keempat. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
·
Martin, Alfred, dkk. 2008.
Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, edisi kelima. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar